Kamis, 07 Agustus 2014

Aku Tidak Lebih Dulu ke Surga


Aku Tidak Lebih Dulu ke Surga

Baca dan Renungkan.

Aku tidak tahu di mana berada, Meski sekian banyak manusia berada di sekelilingku, namun aku masih tetap merasa sendiri dan ketakutan. Aku masih bertanya dan terus bertanya, tempat apa ini ? dan buat apa semua manusia di kumpulkan. Mungkinkah, ah.. aku tidak mau mengira-ngira .

Rasa takutku semakin menjadi-jadi, tatkala seseorang yang tidak pernah ku kenal sebelumnya mendekati dan menjawab pertanyaan hatiku. “Inilah yang disebut Padang Mahsyar,” suaranya begitu menggetarkan jiwaku. “Bagaimana ia bisa tahu pertanyaan hatiku,” batinku. Aku menggigil, tubuhku terasa lemas, mataku tegang mencari perlindungan dari seseorang yang ku kenal.



Ku saksikan langit menghitam, sesaat kemudian bersinar kemilauan. Bersamaan dengan itu, terdengarlah suara menggema. Aku baru sadar, inilah hari penentuan, hari dimana semua manusia akan di kumpulkan dan menerima keputusan akan balasan dari amalnya selama hidup di dunia. Hari ini pula akan di tentukan nasib manusia selanjutnya, surgakah yang akan dinikmati atau adzab neraka yang siap menanti.

Aku semakin takut, Namun ada debar dalam dadaku mengingat amal-amal baikku selama masih di dunia. Mungkinkah aku tergolong orang-orang yang mendapat ksih-Nya atau jangan-jangan…..

Aku dan semua manusia lainnya masih menunggu keputusan dari Yang Menguasai Hari Pembalasan. Tak lama kemudian, terdengar lagi suara menggema tadi yang mengatakan, bahwa sesaat lagi akan di bacakan daftar manusia-manusia yang akan menemani Rasulullah SAW di surga yang indah. Lagi-lagi dadaku berdebar, ada keyakinan bahwa namaku termasuk dalam daftar itu, mengingat banyaknya infaq yang aku sedekahkan. Terlebih lagi, sewaktu didunia aku di kenal sebagai juru dakwah. “Kalaulah banyak orang yang kudakwahi masuk surga, apalagi aku,” pikirku mantap.

Akhirnya, nama-nama itupun mulai disebutkan. Aku masih beranggapan bahwa namaku ada dalam deretan penghuni surga itu, mengingat ibadah-ibadah dan perbuatan-perbuatan baikku. Dalam daftar itu, nama Rasulullah Muhammad SAW sudah pasti tercantum pada urutan yang teratas, sesuai janji Allah melalui Malaikat Jibril, bahwa tidak satupun jiwa yang masuk ke dalam surga sebelum Nabi Muhammad masuk. Setelah itu tersebutlah para Assabiquunal Awwaluun. Ku lihat Fatimah Az-Zahra dengan senyum manisnya melangkah bahagia sebagai wanita pertama yang ke surga, di ikuti para istri-istri dan keluarga rasul lainnya.

Para nabi dan rasul Allah lainnya pun masuk dalam daftar tersebut. Yasir dan Sumayyah berjalan tenang dengan predikat Syahid dan syahidah pertama dalam Islam. Juga para sahabat lainnya, satu persatu para pengikut terdahulu Rasul itu dengan bangga melangkah ke tempat dimana Allah akan membuka tabirnya. Yang aku tahu, salah satu kenikmatan yang akan diterima para penghuni surga adalah melihat wajah Allah. Kusaksikan para sahabat Muhajirin dan Anshor yang tengah bersyukur mendapatkan nikmat tiada terhingga sebagai balasan kesetiaan berjuang bersama Nabi Muhammad menegakkan risalah. Setelah itu tersebutlah para mukminin terdahulu dan para syuhada dalam berbagai perjuangan pembelaan agama Allah.

Sementara itu, dadaku berdegup keras menunggu giliran. Aku terperanjat begitu melihat rombongan anak-anak yatim dengan riang berlari untuk segera menikmati kesegaran telaga kautsar. Beberapa dari mereka tersenyum sambil melambaikan tangannya kepadaku. Sepertinya aku kenal mereka. Ya Allah, mereka anak-anak yatim di sebelah rumahku yang tidak pernah ku perhatikan. Anak-anak yang selalu menangis kelaparan di malam hari sementara sering kubuang sebagian makanan yang tak habis ku makan.

"Subhanallah, itu si Roni tukang mie ayam dekat kantorku," aku terperangah melihatnya melenggang ke surga. Roni, pemuda yang tidak pernah lulus SD itu pernah bercerita, bahwa sebagian besar hasil dagangannya ia kirimkan untuk ibu dan biaya sekolah empat adiknya. Roni yang rajin sholat itu, rela berpuasa berhari-hari asal ibu dan adik-adiknya di kampung tidak kelaparan. Tiba-tiba, orang yang sejak tadi disampingku berkata lagi, "Roni yang tukang mie itu saja lebih baik dimata Allah. Ia bekerja untuk kebahagiaan orang lain." Sementara aku, semua hasil keringatku semata untuk keperluanku.

Lalu berturut-turut lewat didepan mataku, Mbok Dijah penjual pecel yang kehadirannya selalu kutolak, pengemis yang setiap hari lewat depan rumah dan selalu mendapatkan kata "maaf" dari bibirku dibalik pagar tinggi rumahku. Orang disampingku berbicara lagi seolah menjawab setiap pertanyaanku meski tidak kulontarkan, "Mereka ihklas, tidak sakit hati serta tidak memendam kebencian meski kau tolak."

Masya Allah murid-murid pengajian yang aku bina, mereka mendahuluiku ke surga. Setelah itu, berbondong-bondong jamaah masjid-masjid tempat biasa aku berceramah. "Mereka belajar kepadamu, lalu mereka amalkan. Sedangkan kau, terlalu banyak berbicara dan sedikit mendengarkan. Padahal, lebih banyak yang bisa dipelajari dengan mendengar dari pada berbicara," jelasnya lagi.

Aku semakin penasaran dan terus menunggu giliranku dipanggil. Seiring dengan itu antrian manusia - manusia dengan wajah ceria, makin panjang. Tapi sejauh ini, belum juga namaku terpanggil. Aku mulai kesal, aku ingin segera bertemu Allah dan berkata, "Ya Allah, didunia aku banyak melakukan ibadah, aku bershodaqoh, banyak membantu orang lain, banyak berdakwah, izinkan aku ke surgaMu.

Orang dengan wajah bersinar disampingku itu hendak berbicara lagi, aku ingin menolaknya. Tetapi, tanganku tak kuasa menahannya untuk berbicara. "Ibadahmu bukan untuk Allah, tapi semata untuk kepentinganmu mendapatkan surga Allah, shodaqohmu sebatas untuk memperjelas status sosial, dibalik bantuanmu tersimpan keinginan mendapatkan penghargaan, dan dakwah yang kau lakukan hanya berbekas untuk orang lain, tidak untukmu," bergetar tubuhku mendengarnya.

Anak-anak yatim, Roni, Mbok Dijah, pengemis tua, murid-murid pengajian, jamaah masjid dan banyak lagi orang-orang yang sering kuanggap tidak lebih baik dariku, mereka lebih dulu ke surga Allah. Padahal, aku sering beranggapan, surga adalah balasan yang pantas untukku atas dakwah yang kulakukan, infaq yang kuberikan, ilmu yang kuajarkan dan perbuatan baik lainnya. Ternyata, aku tidak lebih tunduk dari pada mereka, tidak lebih ikhlas dalam beramal dari pada mereka, tidak lebih bersih hati dari pada mereka, sehingga aku tidak lebih dulu ke surga dari mereka.

Jam dinding berdentang tiga kali. Aku tersentak bangun dan , Astaghfirullah ternyata Allah telah menasihatiku lewat mimpi malam ini.

Segera ku bangun dan mengambil air wudhu untuk melaksanakan shalat malam.

Mohon ampun atas segala perbuatan-perbuatan yang telah ku lakukan selama ini.


Oleh Rama Pangeran Kahyangan.

0 komentar:

Posting Komentar

Free money making opportunity. Join Cashfiesta.com and earn cash.